Bagaimana sikap dalam menghadapi Musibah?
Keluarga kami baru-baru ini mendapatkan musibah, saya hamil anak ke-2 tapi udah meninggal dalam kandungan, waktu kandungan saya berumur 8 bulan . sebagai ibu saya sangat sedih, merasa bersalah kenapa Allah swt memberikan musibah secara beruntun , udah di coba harta and sekarang anak kami yang no 2 di ambil.
Saya harus gimana lagi , di kala sendiri saya selalu menangis menyesali kenapa Allah swt memberikan cobaaan yang menurut saya begitu berat , walaupun saya tau setiap musibah yang di berikan Allah Swt pasti ada hikmahnya suatu saat nanti dan Allah Swt memberikan cobaan terhadap umatnya berarti Allah Swt tau bahwa umatnya sangup melewati semua cobaan yang di berikan .
walaikumsalam wr wb
Ustadz Sigit Pranowo, Lc. menjawab
Walalaikumussalam Wr Wb
Saudara Feni yang dimuliakan Allah swt
Sebagai seorang mukmin tentunya sangat meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah telah dituliskan sebelumnya oleh Allah swt dan atas kehendak-Nya, sebagaimana firman-Nya :
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid : 22)
Dan tidaklah suatu musibah menimpa seseorang kecuali sebagai ujian baginya untuk memisahkan orang-orang yang betul-betul beriman kepada Allah swt dari orang-orang yang dusta didalam keimanannya. Dan tidaklah seorang mukmin diuji oleh Allah swt kecuali sesuai dengan kadar keimanan yang dimilikinya, semakin tinggi keimanan seseorang maka akan semakin banyak ujian yang akan diterimanya, semakin banyak ujian maka semakin tinggi derajatnya di sisi Allah swt. Untuk itu orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi dan Rasul sehingga mereka mendapatkan derajat paling tinggi di sisi-Nya dari seluruh hamba-hamba-Nya.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
Artinya : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al Ankabut : 2 – 3)
Ibnu Qudamah menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya bahwa Rasulullah saw bersabda,”…Maka barangsiapa yang bersabar terhadap musibah sehingga dia menghadapinya dengan sikap yang baik (maka) Allah tuliskan baginya tiga ratus derajat. Antara satu derajat dengan derajat yang lainnya adalah seperti jarak antara langit dan bumi..” (Mukhtashar Minhajil Qoshidin hal 257)
Bersedih terhadap suatu musibah bukanlah hal yang dilarang, karena ia adalah tabiat setiap manusia yang diberikan Allah swt, akan tetapi berlarut-larut didalam kesedihan, tidak ridho dengan ketetapan Allah terhadapnya dan tidak bersabar atasnya maka ini tidak diperbolehkan.
Kesedihan yang berkepanjangan tidaklah bisa mencegah ketetapan yang sudah Allah tuliskan dan tidak akan bisa mengembalikan sesuatu yang sudah ditentukan hilang dari hadapannya dan justru menjadikan musibah yang seharusnya menjadi kebaikan berubah menjadi suatu keburukan dan merubah dari sesuatu yang harusnya mendatangkan pahala baginya justru mendatangkan dosa atasnya.
Sebaliknya sikap bersabar atas ujian itu—meninggalnya anak anda—akan mendatangkan banyak pahala, pahala musibah itu sendiri, pahala bersabar atasnya dan anak anda kelak menjadi tabungan dan investasi kebaikan bagi anda sebagai orang tuanya, sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah saw bersabda,”….Wahai Ali jika engkau menshalatkan seorang anak katakanlah,’Wahai Allah jadikanlah (anak ini) peninggalan baik bagi kedua orang tuanya, jadikanlah (dia) cahaya dan kebaikan bagi keduanya, berikanlah kedua orang tuanya surga. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Demikianlah di kitab “Umadatul Qori Syarhul Bukhori” Meskipun hadits ini mendapat perhatian dalam sanadnya dan didalamnya terdapat kelemahan.
Didalam al Bada’i jika mayatnya adalah seorang anak kecil maka dia mengatakan,’Wahai Allah jadikanlah dia amal kebaikan dan tabungan bagi kami dan jadikanlah dia sebagai pemberi syafaat bagi kami.” Demikianlah diriwayatkan dari Abu Hanifah, hadits ini juga diriwayatkan dari Nabi saw. Dan didalam “al Muhith” disebutkan apabila mayatnya adalah seorang anak kecil maka dia mengucapkan,”Wahai Allah jadikan dia sebagai amal kebaikan bagi kami, wahai Allah jadikanlah dia sebagai tabungan kami, jadikanlah dia sebagai pemberi syafaat bagi kami dan yang mendapatkan syafaat.” (Aunul Ma’bud, addua lilmayit….)
Sikap lainnya yang diperlukan anda saat ini adalah ridho dengan segala ketentuan dan ketatapan Allah swt kepada anda serta meyakini bahwa musibah itu adalah yang terbaik yang Allah berikan kepada anda dan bukti bertambahnya kecintaan Allah kepada anda. Dengan ridho maka ketenangan akan ada didalam diri anda karena semua yang dimiliki seseorang adalah berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Diantara doa yang diajarkan Rasulullah saw dalam hal ini adalah “Wahai Allah aku meminta kepada-Mu (sifat) ridho setelah adanya ketetapan (dari-Mu).” (HR. Ahmad dan an Nasa’i)
Wallahu A’lam.
sumber : http://forum.muslim-menjawab.com/2009/10/04/bagaimana-sikap-dalam-menghadapi-musibah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas Komentarnya sering-sering kunjung ke blog BingkyCat ini :)